Sejarah]
Wilayah Suriname mulai dikenal luas sejak
abad ke-15, yaitu ketika bangsa-bangsa imperialis Eropa berlomba menguasai
Guyana, suatu dataran luas yang terletak di antara
Samudera Atlantik,
Sungai Amazon,
Rio Negro,
Sungai Cassiquiare dan Sungai Orinoco. Semula dataran ini oleh para ahli kartografi diberi nama Guyana Karibania (Guyana yang berarti dataran luas yang dialiri oleh banyak sungai dan Karibania dari kata Caribs yaitu nama penduduk asli yang pertama kali mendiami dataran tersebut).
Dalam suatu cerita fiktif "
El Dorado", Guyana digambarkan sebagai suatu wilayah yang kaya akan kandungan
emas. Para ahli
sejarahmemperkirakan bahwa
cerita fiktif tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong orang-orang
Eropa untuk bersaing menguasai
Guyana.
Pada tahun
1530 Belanda mendirikan pusat perdagangan pertama di dataran tersebut. Pada tahun 1593 raja Spanyol mengambil alih dan menguasai Guyana hingga tahun 1595, yaitu ketika para bangsawan Inggris datang dan mulai mengusai daerah-daerah pantai. Sementara itu, Belanda mulai mengembangkan perdagangannya secara bertahap di daerah pedalaman. Daerah Guyana sepenuhnya jatuh ke tangan Inggris sejak tahun
1630hingga tahun
1639.
Pada tahun yang sama Belanda berhasil menguasai kembali sebagian besar Guyana sedangkan Perancis menguasai daerah-daerah di samping sungai Suriname. Akibat dari persaingan tersebut, wilayah Guyana saat ini terbagi menjadi
lima bagian yaitu Guyana Espanola (bagian dari
Venezuela sekarang); Inglesa (Guyana sekarang); Holandesa (Suriname); Francesa (Cayenne) dan Portuguesa (bagian dari wilayah
Brasil). Suriname terletak di bagian tengah dari wilayah Guyana yang telah terbagi-bagi tersebut, terbentang antara dua derajat hingga enam
derajat Lintang Utara, dan antara
54 derajat hingga
58 derajat
Bujur Barat dengan luas wilayah kurang lebih 163.265
kilometer persegi. Batas bagian
timur wilayah Suriname adalah
Sungai Marowijne yang memisahkan Suriname dengan Cayenne; di bagian selatan terdapat deretan
pegunungan Acarai dan Toemoe hoemak yang memisahkan Suriname dengan wilayah Brasil. Di bagian
barat berbatasan dengan wilayah Guyana yang ditandai oleh aliran Sungai Corantijne, sementara di bagian
utara dibatasi oleh garis pantai Samudera Atlantik.
Pada tahun
1651 Suriname diserang oleh
Inggris dan sejak saat itu, menjadi wilayah kekuasaan Inggris hingga penandatanganan perjanjian perdamaian
Breda tahun
1667. Berdasarkan perjanjian itu, Suriname menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Namun Inggris kembali memasuki Suriname pada tahun
1781 hingga
1783 dan Suriname kemudian dijadikan daerah protektorat Inggris dari tahun 1799 hingga
1802. Melalui perjanjian Amiens, 27 Maret 1802, Suriname,
Barbice,
Demerara dan
Essquibo berada di bawah kekuasaan Belanda, namun setahun kemudian Inggris kembali merebut wilayah-wilayah itu dan sejak tahun
1804 Suriname menjadi
koloni Inggris dengan sebutan the British Interregnum.
Selama Suriname berada di bawah kekuasaan Inggris, situasi
ekonomi Suriname mengalami kemunduran. Penyebab utama adalah pelarangan perdagangan budak, sementara kebun-kebun masih sangat memerlukan tenaga buruh untuk dikelola. Selanjutnya melalui perjanjian
London pada tanggal
13 Agustus 1814 dan di
ratifikasi dalam perjanjian
Wina, Suriname dikembalikan lagi kepada pihak Belanda. Pemerintahan Suriname dipimpin langsung oleh seorang
gubernur dengan didampingi oleh sebuah dewan ke
polisian yang bertugas sebagai penasihat gubernur.
Dengan dihapusnya perbudakan pada tanggal
1 Juli 1863, kehidupan ekonomi semakin tidak menentu. Pada tahun
1870, pemerintah Belanda menandatangani sebuah perjanjian dengan Inggris untuk mendatangkan
imigran asing ke Suriname. Perjanjian ini di
implementasikan secara resmi pada tahun
1873 sampai
1917, di mana rombongan imigran Hindustan pertama dari
Indiadidatangkan. Kedatangan rombongan berikutnya adalah para imigran dari
Jawa pada tahun
1890 - 1939. Seiring dengan ditempatkannya para imigran di sektor perkebunan, Suriname mengalami kemajuan pula dalam beberapa bidang lainnya.
Telekomunikasi, pembuatan
jalan raya dan pembukaan jalur hubungan
laut langsung antara Suriname dan Belanda merupakan contoh.
Tuntutan ini ditanggapi secara serius dengan diadakannya sebuah konferensi di Belanda pada tahun
1970. Konferensi ini diadakan untuk membicarakan persiapan pelepasan Suriname sekaligus menyusun kabinet yang terdiri dari wakil-wakil partai. Suriname selanjutnya menjadi
negara merdeka sejak tanggal
25 November 1975. Walaupun demikian, perekonomian negara yang baru merdeka ini tetap sangat tergantung pada bantuan pembangunan Belanda.
Pada tanggal
25 Februari 1980, lima tahun setelah kemerdekaannya, Suriname diguncang oleh kudeta yang dilancarkan pihak militer yang dilakukan oleh para Sersan yang dipimpin Sersan Mayor Desiree Delano Bouterse dan Sersan Roy Dennis Horb. Peristiwa kudeta ini telah mengakibatkan jatuhnya Pemerintah Demokrasi Parlementer pertama sejak kemerdekaan Suriname.
Setelah Rezim Militer Berkuasa, timbullah gerakan-gerakan kontra-revolusi yang bertujuan untuk mengembalikan demokrasi di Suriname dengan kudeta. Namun beberapa usaha kudeta itu gagal untuk menggulingkan rezim militer Bouterse. Kudeta tersebut di antaranya: kudeta oleh Sersan Fred Ormskerk pada 30 Maret 1980, kudeta oleh Sersan Wilfred Hawker pada 15 March 1981, dan terakhir oleh Letnan Surendre Rambocus dan Sersan Djiewansingh Sheombar yang dibantu oleh kelompok sayap kanan, kaum Buruh, dan politisi Hindustani dan Jawa, tetapi kudeta ini pun gagal.
Sebagai reaksi terhadap
pemberontakan tersebut, pada tanggal
8 Desember 1982 pihak militer melakukan penembakan terhadap 15 tokoh oposisi
demonstran. Peristiwa ini telah menjadi penyebab bagi dihentikannya bantuan pembangunan Belanda kepada Suriname, yang berdampak pada semakin buruknya kondisi perekonomian Suriname. Namun hal ini tidak membuat upaya menggulingkan rezim militer berhenti, justru ini memicu muncul perlawanan yang lain dan kali datang dari Etnis Bushnegro dan Amerindian di Pedalaman Suriname. Mereka tampil sebagai penentang utama kekuasaan militer. Kelompok-kelompok militan dari kedua golongan itu adalah kelompok
Mandela (
Bushnegro) di bawah pimpinan mantan anggota militer
Ronnie Brunswijk dan kelompok
Tukayana Amazones (
Amerindian) dibawah pimpinan Alex Jubitana dan Thomas Sabajo.
Sekitar 35.000
penduduk Bushnegro dan 6.500 Amerindian telah menjadi pelaku utama pemberontakan terhadap penguasa militer. Puncak dari konflik bersenjata tersebut terjadi pada tahun 1986, yaitu ketika Pihak Militer terpaksa harus berhadapan dengan pemberontak Bushnegro yang telah bersatu dan menamakan dirinya Jungle Commando, dan satu peleton Tentara yang gagal menangkap Ronnie Brunswijk kemudian melakukan pembantaian terhadap 35 orang Bushnegro di Desa Moiwana (
Moiwana Massacre). Sementara itu, dalam tahun yang sama kelompok Amerindian juga meningkatkan aksi pemberontakannya. Kemelut ini telah mengakibatkan sekitar 7000 orang Bushnegro melarikan diri ke Cayenne (Guyana Perancis) dan meminta suaka politik kepada pemerintah setempat.
Pemerintah militer diakhiri dengan penyelenggaraan pemilihan umum pada bulan November 1987, yang telah mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada golongan sipil. Namun demikian, pemerintahan hasil pemilu ini tidak berjalan lama. Pada bulan Desember 1990, pihak militer kembali melancarkan kudeta tidak berdarah yang dikenal dengan sebutan Kudeta Telepon. Akibatnya pemerintah yang demokratis kembali lumpuh. Pihak militer kemudian membentuk Pemerintah Sementara yang salah satu tugasnya adalah mempersiapkan pemilihan umum yang demokratis.
Pada bulan Mei 1991, Pemerintah Sementara telah berhasil menyelesaikan tugasnya, yaitu dengan diselenggarakannya pemilihan umum, namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan militer, karena kemenangan berada di tangan golongan sipil. Pada bulan September tahun yang sama, telah terbentuk pemerintah yang baru, dan Drs. R.R. Venetiaan terpilih sebagai presiden dan dengan demikian, maka berakhirlah kekuasaan militer.
Langkah terpenting yang segera diupayakan oleh Pemerintah Venetiaan adalah melanjutkan usaha-usaha ke arah perdamaian yang telah dirintis oleh pemerintah sipil sebelumnya. Hal ini tentunya merupakan tugas berat bagi pemerintah yang baru terbentuk tersebut, terutama karena kondisi ekonomi dan keuangan Suriname yang sangat memprihatinkan, sebagai akibat dari kemelut politik yang berkepanjangan. Dalam melaksanakan upaya perdamaian tersebut, Presiden R.R. Venetiaan telah membentuk suatu Komisi Khusus yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi terkait lainnya.
Dalam Pemilu bulan Mei 1996 koalisi penguasa New Front (NF) dan Presiden Venetiaan mengalami kekalahan dan pemerintahannya digantikan oleh calon dari oposisi Drs. Jules Wijdenbosch Nationale Demokratische Partij (NDP) dan Radakishun Vooruitstrevende Hervorming Partij (VHP), yang terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Kemudian pada pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 25 Mei 2000, kekuasaan berhasil diraih kembali oleh kombinasi pengusa New Front yang terdiri dari parpol Nationale Partij Suriname (NPS), VHP, Pertjajah Luhur dan Surinaamse Partij van de Arbeid (SPA). Kemenangan New Front ini mengantarkan kembali R.R. Venetiaan (NPS) ke tampuk kursi kepresidenan dan memimpin Suriname untuk masa 5 tahun (tahun 2000-2005). Sebagai Wakil Presiden telah terpilih Jules Rattankoemar Ajodhia dari partai VHP.
Populasi Suriname terdiri dari beberapa kelompok minoritas. Kelompok terbesarnya adalah Hindustani.
Berdasarkan Sensus Tahun 1990, sekitar 143.640 orang (34,2%) adalah keturunan
Hindustani, 140.700 orang (33,5%) adalah Kreol, 74.760 orang (17,8%) adalah
orang Jawa, 35.700 orang (8,5%) merupakan keturunan Bushnegro, dan 7.560 orang (1,8%) adalah Amerindian. Sisanya 17.640 orang (4,2%) merupakan keturunan Tionghoa, Eropa (Portugis, Belanda, Inggris), Yahudi Sefardim, Brasil, dan Libanon.
Populasi Suriname berdasarkan sensus tahun 2004 adalah sebagai berikut:
- Hindu (27,4%)
- Kreol (17,7%)
- Bushnengro dan Marun (14,7%)
- Jawa (14,6%)
- Kelompok lain (6,5%):
- India
- Cina
- Boeroes (putih, petani)
- Yahudi Sefardim dan Yahudi Ashkenaz
- Libanon
- Brasil
- Ada 12,5% berasal dari campuran dan 6,6% tidak terdata
Pada sensus ketujuh, tahun 2007, rasio antar-agama adalah sebagai berikut:
- 40,7% Kristen (Katolik Roma, Peerke Donders, Reformed, Protestan, Moravia)
- 19,9% Hindu
- 13,5% Islam
- 5,8% tradisional dan agama lainnya
- 4,4% tak beragama
- 15,7% tidak terdata
Lambang negara Suriname digambarkan dalam bentuk dua orang Amer-Indian yang memegang busur panah dan mengapit sebuah perisai berbentuk oval, berdiri di atas pita dengan tulisan Justitia Pietas, Fides.
Tergambar dalam perisai tersebut, di sisi kiri sebuah kapal layar dan di sisi sebelah kanan sebuah pohon sejenis palma. Kedua gambar tersebut dipisahkan oleh garis vertikal mengikat sebuah segi empat belah ketupat tepat di tengah perisai, dan di dalam segi empat belah ketupat tersebut tergambar bintang segi lima.
Suriname dibagi menjadi 10 distrik:
|
Suriname dibagi lagi menjadi 62 resor (ressorten).
Daratannya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
Daerah pesisir /
pantai muda, terbentuk dari
tanah liat yang pekat, antara pasir pantai dan gugusan karang yang terletak di bawah permukaan laut. Sedangkan pantai tua sebagian besar wilayahnya terletak di atas permukaan laut. Kedua daerah ini, sejak diperkenalkannya sistem “polder“ dan pompanisasi, berkembang menjadi daerah pertanian subur dan wilayah pemukiman penduduk. Namun 2 tahun belakangan ini, lahan-lahan pertanian tersebut banyak yang terlantar akibat krisis keuangan untuk pengelolaan sistem irigasi yang bergantung kepada pompa.
Daerah Sabana merupakan daerah yang tertutup pasir dan sangat gersang. Di daerah ini hanya tumbuh jenis rumput-rumput tertentu.
Daerah
dataran tinggi, terletak di sebelah selatan, sepanjang perbatasan dengan wilayah Brazil. Sebagian besar daerah ini tertutup oleh hutan tropis yang menghasilkan kayu berkualitas tinggi (kayu keras).
Lebih dari 80 % tanah Suriname masih berupa hutan belukar yang di dalamnya hidup berbagai jenis/species tumbuhan dan satwa. Suriname terkenal kaya akan jenis floranya. Di lain jenis tumbuhan yang terkenal adalah jenis kayu keras seperti Bruinhard, Purplehard dan Zwartekabes. Kayu-kayu tersebut diekspor dan merupakan sumber devisa negara yang sangat penting. Di samping itu, Suriname juga terkenal dengan berbagai jenis satwa, baik yang sudah diternakkan maupun yang masih merupakan binatang liar.